Salam hormat,
Apa khabar pemimpin negeri
berkulatkah sudah tanjak penghias kepala
tak terjunjung lagi meski mentari membakar minda
pernah kaupakai sekali tapi disimpan kembali
ada Mendaliar tersenyum sinis menongkah mimpi
dan aku tak bisa lagi mengharap
keramat sembah bestarimu.
Apa khabar pemimpin negeri
berkaratkah sudah keris bersalut di pinggang
tak terhunus lagi meski masih di medan juang
pernah kauhunus sekali tapi disarung kembali
ada Kaduk naik junjungan terguris hati
dan aku tak bisa lagi mengharap
semangat kental pahlawanmu.
Apa khabar pemimpin negeri
layukah sudah bunga harum terselit di telinga
tak berseri lagi meski pawana setia menghembus lirih
pernah kauhidu sekali tapi wanginya memang tak seharum kasturi
ada Kitul menyuntingnya untuk seberkas janji
aku takbisa lagi mengharap
setia janji manismu.
(ii)
Berada di lapangan terbuka yang engkau pasrahkan
kering keringatmu tidak lagi
membasahi bumi pertiwi
aku jadi keletihan mengutip
dedaunan kering di halaman
hujan dan angin kerap mengusirnya
berserakan dan terpinggir
gersang di bawah mentari merahmu.
Pepohonan tua pun tak bisa menepis
tajamnya rintik hujan
dan angin badai yang berpuput manis
menghunjam dedaunan muda,
daun yang jatuh berguguran
yang takpernah membenci
hujan dan angin.
(iii)
Hari ini aku begitu sedih, sedih sekali
berbangsa tanpa jiwa bahasa pemberani
meski dilangir disolek dengan manifesto cantik
terpinggir jua sebenarnya di hati nurani
sang pemimpin penjaga amanah
yang lolongnya bergema meremang suasana
perit di hati rakyat biasa
di kolong jambatan di gubuk buruk
di desa terceruk.
_________________________________
- SEORANG AKU
No comments:
Post a Comment